Oleh; Ashari Nasution (Wartawan Olahraga/Mantan Wakil Ketua SIWO PWI Pusat. )
BOLEH saja orang mengklaim bisa menggelar sebuah kompetisi sepak bola. Sesungguhnya, menggelar sebuah kompetisi yang ideal itu tidak segampang diucapkan. Bukan hanya membutuhkan pemikiran dan waktu, tetapi juga butuh perjuangan berat. Itu saya rasakan saat ditunjuk sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Liga Jakarta U-17 Piala Gubernur DKI Jakarta 2025.
Sebagai wartawan olahraga, saya berkumpul dengan teman-teman wartawan lainnya yakni Donny Winardi, Tjandra M. Amin, Josef Erwiyantoro, serta pelaku sepak bola Taufik Jursal Efendi dan Rio Ari Bimo. Kami merasa enjoy merancang sebuah kompetisi usia muda yang mulai dipersiapkan sejak Agustus 2024.
Belakangan, terasa beratnya tanggung jawab ketika program kompetisi usia muda ini tidak mendapatkan respons positif dari stakeholder (pemangku kebijakan). Mulai dari pengajuan surat audiensi agar bisa mendapatkan rekomendasi penyelenggaraan yang dicueki Plt Ketua Asprov PSSI DKI Jakarta, Eko Setyawan, maupun Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) DKI Jakarta, Andri Yansah.
Yang lebih menyakitkan lagi, surat audiensi Panitia Liga Jakarta U-17 yang sudah lebih dari satu kali dilayangkan disebut tidak diterima Asprov PSSI DKI Jakarta. Bahkan, Kabid Prestasi Dispora DKI Jakarta, Wisnu Dewantoro (kini pensiun), yang mewakili Kadispora DKI Jakarta, Andri Yansah, dengan entengnya mengatakan bahwa surat audiensi tersebut keselip dan tidak terpantau bawahannya. Padahal, kami sudah menunjukkan bukti-bukti surat dan tanda terima saat diundang secara resmi sepekan sebelum kick-off Liga Jakarta U-17 Piala Gubernur DKI Jakarta 2025.
Awalnya kami senang ketika Dispora DKI Jakarta menyatakan dukungan saat paparan tentang Liga Jakarta U-17. Apalagi, konsep Liga Jakarta U-17 yang bakal disajikan berbeda dengan turnamen atau kompetisi usia muda yang pernah ada.
Belakangan dukungan itu ternyata hanya sebatas ucapan. Andri Yansah, yang bertanggung jawab atas prestasi olahraga DKI Jakarta, hanya hadir mendampingi Pramono Anung dalam acara kick-off. Jangankan memberikan dukungan, komunikasi saja langsung terputus. Sepertinya pesan-pesan Pramono Anung agar Liga Jakarta U-17 ini bisa mengembalikan prestasi sepak bola DKI Jakarta malah terabaikan.
Andri Yansah sepertinya telah melupakan bahwa Tim Sepak Bola DKI Jakarta gagal tampil pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Aceh-Sumut 2024, mengulang kegagalan di PON Papua 2021. Begitu juga dengan target Kontingen DKI Jakarta yang gagal meraih gelar juara umum pada pesta olahraga akbar nasional empat tahunan tersebut.
Dukungan pemilik Pancoran Soccer Field (PSF), Gede Widiade, dan kesediaan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menjadi penyemangat bagi kami. Kini, tidak terasa Liga Jakarta U-17 yang berlangsung di Lapangan PSF Pancoran, Jakarta Selatan, telah memasuki pekan ke-14. Bahkan, dua mantan pemain nasional yang bertugas sebagai tim talent scouting, yakni Maman Suryaman dan Tias Tono Taufik, telah berhasil memilih 50 pemain terbaik.
Sempat Diragukan
Semula banyak yang meragukan Liga Jakarta U-17 ini bisa terwujud, mengingat biayanya cukup besar. Namun, keraguan itu bukan hanya bisa terjawab, tetapi klub-klub peserta Liga Jakarta U-17 pun mengaku menjadi klub yang paling beruntung.
“Semula, kami memang sempat meragukan Liga Jakarta U-17 yang sudah diumumkan sejak tahun 2024 lalu bisa terwujud. Selain biayanya cukup mahal, durasi kompetisinya sangat panjang, serta pekerjaan yang cukup melelahkan bagi panitia. Namun, keraguan itu bisa terjawab dan Liga Jakarta U-17 telah memasuki pekan ke-14,” kata Manajer sekaligus Pelatih Kepala Urakan FC, Faisal, saat ditemui di Lapangan PSF, Pancoran, Jakarta Selatan.
“Terus terang, sekelas PSSI dan Asprov PSSI DKI Jakarta saja tidak mampu menggelar kompetisi usia muda yang memang sudah lama diidam-idamkan klub-klub sepak bola. Makanya, kami sangat mengapresiasi kerja keras panitia yang terdiri dari sekumpulan wartawan dan pecinta bola dengan dukungan Pak Gede Widiade. Mereka bisa melaksanakan kompetisi usia muda yang memang sangat dirindukan klub-klub. Boleh dibilang, kami menjadi klub yang paling beruntung menjadi peserta Liga Jakarta U-17, tanpa dipungut biaya pendaftaran dan sekaligus dapat jersey,” tambahnya.
Bukan hanya Urakan FC yang telah menemukan jalan untuk bisa melahirkan pemain-pemain sepak bola berkualitas lewat Liga Jakarta U-17. Tetapi, kata Faisal, klub-klub peserta pun telah menyadari pentingnya keberadaan Liga Jakarta dan merasa punya tanggung jawab untuk mensukseskannya.
Rasakan Manfaatnya
Manfaat keberadaan Liga Jakarta U-17 ini juga dirasakan klub-klub lain. Manajer PSF, Supriyono, yang merupakan pemain Timnas Piala Asia 1996, menyebut Liga Jakarta U-17 adalah laboratorium pengembangan pemain muda.
Makanya, mantan pemain Tim Primavera ini punya kebijakan akan memberi semua pemain kesempatan untuk mendapat jam tanding sebagai proses mematangkan pemain. “Kesempatan ini harus dimanfaatkan. Kami tak berpikir tentang hasil, tapi proses yang berjenjang dan untuk jangka panjang,” katanya.
Begitu juga Tengku Wishal, pelatih Bintang Ragunan. “Saya minta pemain menjadikan kompetisi ini sebagai sarana pengembangan diri. Mereka yang tadinya seenaknya ganti posisi, perlahan memahami mengapa pelatih yang harus mengatur posisi sesuai dengan potensi mereka. Inilah manfaat kompetisi ini,” ujarnya.
Pelatih Soccered, Iif Jaelani, juga mengungkapkan bahwa dengan ambil bagian secara rutin dalam sebuah kompetisi yang berlangsung dalam waktu panjang seperti Liga Jakarta U-17, para pemain secara tidak langsung akan lebih disiplin karena dalam seminggu jadwal mereka sudah diketahui.
“Misalnya Sabtu atau Minggu tanding, Senin istirahat dan evaluasi, Selasa latihan teori, Rabu latihan di lapangan, Kamis atur strategi untuk pertandingan berikut, Jumat istirahat, Sabtu tanding lagi. Ini akan membuat mereka bisa teratur dan berdisiplin,” katanya.
Pelatih Tunas Betawi, Jefri Muhammad Maseri, menyatakan bahwa jumlah pertandingan yang banyak secara langsung membuat penampilan pemain rata-rata mengalami peningkatan. Apalagi sejak dari latihan mereka telah bersama, maka progresnya sangat terlihat.
Hal yang sama juga diungkapkan Aef Berlian, pelatih Bina Mutiara. “Dengan banyaknya pertandingan maka para pemain bukan hanya mudah menjalankan instruksi, tetapi sudah terbiasa. Dan mereka akan paham tentang perannya di lapangan,” tuturnya.
Pelatih Raga Negeri, Yusron Yazid, mengaku baru kali ini merasakan atmosfer kompetisi yang sesungguhnya. Apalagi secara umum kualitas para pemain dan tim partisipan tidak terlalu mencolok, sehingga dalam persaingan yang terjadi, secara langsung akan mengangkat kualitas tim, pemain, dan pelatih secara bersamaan.
“Sejak pendaftaran hingga akhir gratis. Beda dengan kompetisi atau turnamen lain yang untuk daftarnya bisa ratusan ribu, dan mainnya tidak sepanjang ini,” ujar pelatih Mutiara Gemilang, Sidik Pramono.
Cukup mengagetkan memang pengakuan para pelatih klub tentang keberadaan Liga Jakarta U-17. Begitu juga dengan doa spontan Faisal yang menyebut seluruh panitia Liga Jakarta U-17 bisa masuk surga karena telah berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat sepak bola Indonesia.
Dalam perjalanannya, Liga Jakarta U-17 memang sempat tercoreng dengan mundurnya Batalion FC. Namun, kata Faisal, tidak komitmennya Batalion FC itu berdampak buruk. “Mundur itu sama saja memperburuk citra klub. Sekarang mereka mau kompetisi ke mana kalau sudah mundur? Makanya, kami tidak pernah mundur dan malah akan pasang badan jika ada yang mencoba mengganggu Liga Jakarta U-17,” tegas Faisal.