Di bawah terik matahari Jakarta Selatan, di tengah suara peluit dan derap kaki para remaja mengejar bola di rumput hijau, ada satu nama yang mulai mencuri perhatian dalam kompetisi Liga Jakarta U-17 Piala Gubernur 2025: Muhammad Rana Safii Pasi. Dengan nomor punggung 23 di punggungnya, pemain tengah ini tampil penuh determinasi bersama klub Bina Mutiara Jakarta atau yang dikenal sebagai Diklat RMD (Remaja Masa Depan).
Rana, begitu ia disapa, lahir di Medan pada 17 April 2008. Ia anak ketiga dari empat bersaudara. Semangatnya terhadap sepak bola sudah tumbuh sejak kelas 3 SD. “Seru, bisa main bareng-bareng,” katanya tentang alasan awal ia mencintai olahraga ini. Berawal dari berlatih di salah satu SSB di Medan, Rana kemudian mengambil langkah besar dalam hidupnya—merantau ke Jakarta dan mengikuti seleksi masuk ke Diklat RMD. Dari lima anak Medan yang mengikuti seleksi, hanya dua yang diterima, dan Rana adalah salah satunya.
Kini, sudah empat tahun ia menjadi bagian dari RMD. Hidupnya berubah total. Ia tinggal di mess bersama puluhan pemain lain, mengikuti pendidikan lewat sistem homeschooling, dan menjalani rutinitas ketat khas akademi sepak bola: bangun subuh, latihan pagi, belajar hingga siang, lalu latihan lagi hingga sore. Bukan sekadar pengorbanan, semua itu ia jalani karena mimpi yang besar: menjadi pemain Tim Nasional Indonesia.
Rana bukan sekadar pemimpi. Ia sudah membuktikan dirinya sebagai pemain produktif. Dalam kompetisi Liga Jakarta U-17, ia sudah mencetak dua kali hat-trick. Bahkan dalam satu laga melawan ISA MB, ia mencetak quattrick—empat gol dalam satu pertandingan. Tapi bagi Rana, pencapaian itu bukan untuk berpuas diri, melainkan pelecut untuk latihan lebih keras lagi.
“Target saya jadi pemain nasional. Saya siap bersaing dengan ribuan anak-anak lain yang punya mimpi sama,” katanya mantap.
Apa yang membuatnya berbeda? Bagi Rana, jawabannya terletak pada kesederhanaan bermain. Idola sepak bolanya adalah Toni Kroos, maestro lini tengah asal Jerman yang dikenal tak banyak gaya, namun sangat taktis dan punya pengaruh besar terhadap permainan tim. “Dia mainnya simpel, tapi bisa mengatur semuanya di lapangan. Saya ingin bisa seperti itu,” ujarnya.
Kompetisi Liga Jakarta U-17 menjadi panggung ideal bagi pemain seperti Rana. Tidak seperti turnamen-turnamen singkat yang hanya berlangsung beberapa hari, Liga ini berjalan dalam format liga penuh, memberikan banyak pertandingan dan waktu bermain yang konsisten. Format ini memberi ruang yang lebih tepat bagi pembinaan jangka panjang, menciptakan atmosfer kompetitif yang menyerupai ekosistem profesional.
“Senang main di Liga Jakarta U-17. Pertandingannya banyak, dan saya juga senang karena beberapa teman di tim ini usianya di bawah saya, kelahiran 2009. Jadi kami bisa saling dorong dan belajar,” kata Rana.
Dengan semangat baja, dukungan sistem pembinaan yang kuat di RMD, dan kompetisi yang mendukung seperti Liga Jakarta U-17, nama Muhammad Rana Safii Pasi berpotensi besar menjadi bagian dari generasi emas sepak bola Indonesia di masa depan. Ia masih muda, tapi sudah tahu ke mana arah langkahnya: ke tengah lapangan, mengatur ritme permainan, dan mungkin suatu hari, mengenakan jersey Merah Putih di panggung internasional.