JAKARTA, Siapa sangka seorang guru IPA yang juga pernah mengajar tari, kini menjadi pembina salah satu klub sepak bola usia muda cukup aktif di Jakarta? Itulah sosok Nuri Retno Kustantini, figur di balik kiprah SSB Putra Betawi dalam Liga Jakarta U-17 Piala Gubernur 2025. Perempuan tangguh ini tidak hanya mengatur jadwal latihan dan pertandingan, tapi juga menjadi teman, pendengar, dan sesekali “ibu” bagi puluhan anak didiknya.
“Sebenernya saya nggak suka bola,” ujarnya sambil tersenyum. “Tapi sejak anak saya yang kelahiran tahun 2010 masuk SSB, saya mulai deh ikut-ikutan. Lihat anak-anak lain juga punya potensi, akhirnya saya coba kumpulkan. Ternyata responnya bagus, dari usia 8 sampai 17 tahun.”
Dari yang awalnya hanya menemani sang anak, Nuri kini membina dua SSB sekaligus: Putra Betawi, dan satu lagi untuk kelompok usia dini bernama Tunas Palat, yang berada di bawah naungan TNI. Semuanya dikelola dari hati dan semangat membangun generasi muda lewat olahraga.
Nuri Bercerita jika dalam kurun waktu empat tahun terakhir, waktunya lebih banyak dihabiskan di lapangan dibanding ruang kelas. “Yang dulu saya cantik dan putih, sekarang hitam semua karena tiap minggu nganterin anak-anak turnamen,” candanya. “Minggu ini usia 8, minggu depan usia 10, terus gitu keliling. Tapi saya bahagia.”
Di Liga Jakarta U-17, Nuri mengaku bangga melihat Putra Betawi mulai menunjukkan kemajuan. “Dulu anak-anak masih bingung, nggak ada chemistry. Sekarang udah mulai kompak. Ada hasilnya dari latihan bareng, seminggu dua kali.”
Baginya, Liga Jakarta adalah wadah penting untuk anak-anak. “Saya terima kasih ke panitia dan Anak-anak seneng banget dikasih jersey warna merah. Jadi semangat banget mereka makainya.”
Lebih dari sekadar menang-kalah, bagi Nuri, sepak bola menjadi sarana penyaluran energi anak muda. “Secara hormon, anak-anak usia segini lagi tinggi-tingginya. Mereka butuh aktivitas fisik buat menyalurkan itu. Daripada disalurkan ke hal negatif, lebih baik lewat olahraga,” jelasnya.
Sebagai guru, Nuri tahu benar betapa rentannya anak-anak usia remaja. Ia sendiri pernah mengajar sejumlah pemain muda yang kini tampil di level nasional, termasuk Donny Tripamukas (eks Timnas U-20) yang pernah menjadi muridnya di SMP Vilamas, sekolah atlet tempat ia mengajar dulu.
“Saya udah biasa ngadepin anak-anak gede. Mereka kadang susah diatur, tapi saya perlakukan mereka kayak teman. Mereka curhat ke saya soal pacar, soal sekolah, apa aja. Yang penting mereka nyaman dan tetap positif.”
Impiann Nuri sederhana, membuka jalan bagi anak-anak asuhnya agar bisa berkarier lebih jauh di sepak bola. “Mungkin mereka bisa lanjut ke Liga 3, Liga 1, bahkan ke Timnas. Kita doakan aja. Yang penting mereka punya pijakan dari sini,” tuturnya.
Meski begitu, perjuangannya bukan tanpa tantangan. Waktu, tenaga, dan tentu saja biaya, banyak ia curahkan untuk klub. “Suami saya kadang bercanda aja kalau saya lebih sering di lapangan dari rumah.”