JAKARTA, Pihak-pihak di luar dunia sepak bola Indonesia banyak yang tidak tahu tentang praktik kelam keagenan yang mengancam masa depan pemain muda dan merusak ekosistem sepak bola nasional. Yoseph Erwiyantoro, penggagas kompetisi Liga Jakarta U17 Piala Gubernur 2025, secara tegas menyoroti perilaku sejumlah agen yang dinilai tidak beretika, dengan menyebut praktik “merampas” pemain dari klub berdaya tawar lemah.
Sosok yang akrab disapa Mbah Coco ini secara khusus menyoroti Mulyawan Munial alias Muly Munial, CEO Munial Sport Group (MSG), yang disebutnya memiliki karakter tidak bagus dan merusak dunia sepak bola Indonesia.
“Praktik seperti yang dilakukan oleh Mulyawan Munial ini sangat merugikan. Modusnya adalah ‘mencuri’ pemain-pemain muda berbakat dari klub-klub kecil yang tidak punya daya tawar kuat, biasanya karena lemah secara manajemen dan finansial. Pemain itu kemudian ‘dibawa lari’ dan dijual ke klub lain,” tegas Yoseph, mantan wartawan dan pengamat sepak bola sejak era 1990-an, di Jakarta Sabtu (21/5/2024).
Dalam menjalankan aksinya, Muly kerap berhubungan dengan sejumlah nama besar di sepak bola Indonesia, salah satunya adalah Indra Sjafri, mantan Direktur Teknik PSSI dan pelatih sejumlah klub Liga 1. Kolaborasi ini, menurutnya, memberi akses dan jaringan yang luas untuk menggaet pemain-pemain potensial.
“Perilaku tidak sopan dan tidak beretika seperti ini sangat merusak peluang dan masa depan pemain sepak bola profesional di Indonesia. Mereka praktis tersandera oleh agennya sendiri. Kontrak tidak jelas, pembinaan karir tidak terarah, yang penting dijual. Ini mematikan masa depan mereka,” ujar Yoseph prihatin.
Praktik semacam ini, lanjutnya, bertolak belakang dengan semangat membangun ekosistem sepak bola yang sehat. Ia mengaku prihatin karena fenomena ini justru marak terjadi ketika semangat membina pemain muda sedang digalakkan, seperti melalui Liga Jakarta U17 yang ia gagas.
Klub Beretika
Sebagai pembanding, dirinya memuji langkah sejumlah klub Liga 1 yang masih menjunjung tinggi etika dan sportivitas dalam merekrut pemain. Ia mencontohkan manajemen Semen Padang yang secara resmi mengajukan surat untuk merekrut kiper muda berbakat, Ahma Dinezad, dari akademi Bina Mutiara, peserta Liga Jakarta U17.
“Langkah Semen Padang sangat terpuji. Mereka tidak main belakang, tapi secara terbuka dan resmi meminta izin. Kiper yang bersinar di Liga Jakarta U17 ini direkrut dengan cara yang elegan untuk memperkuat Semen Padang U18. Ini yang namanya membangun budaya sepak bola yang beradab,” puji Yosef.
Contoh serupa juga ditunjukkan oleh manajemen PSPS Pekanbaru dan Persita Tangerang. Persita disebutnya secara resmi meminta izin kepada Raga Negeri, peserta lain Liga Jakarta, untuk merekrut salah seorang pemainnya.
“Praktik baik ini membuktikan bahwa transfer pemain, terutama dari usia dini, bisa dilakukan dengan jujur, transparan, dan saling menghormati. Ini yang harus kita dorong, bukan malah membiarkan ‘premanisme’ di dalam transfer pemain,” tegasnya lagi.
Ia mendesak PSSI dan pihak berwenang memberikan sanksi tegas para agen yang terbukti melanggar etika dan aturan, termasuk Muly. Tanpa penegakan hukum yang kuat, praktik merugikan ini akan terus menjadi kanker yang menggerogoti masa depan sepak bola Indonesia, merampas impian pemain muda, dan melemahkan fondasi klub-klub kecil sebagai pilar utama pembinaan. “Masa depan sepak bola Indonesia ada di tangan pemain muda. Jangan sampai masa depan mereka dirusak oleh segelintir orang yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan kita hanya diam,” tutupnya.


